Sabtu, 30 Januari 2010

ALLAH KHALIQ, NABI MUHAMMAD MAKHLUQ

Sungguh telah banyak orang yang salah faham dalam menilai sesuatu yang dimiliki bersama oleh kedua maqom (posisi) – yakni posisi Khaliq dan makhluq. Yang lantas mereka terburu-buru memvonis bahwa menisbahkan sifat-sifat khaliq kepada makhluq sama artinya dengan syirik. Khususnya yang dikaitkan dengan pribadi Rasulullah yang mereka maksud: membesar-besarkan berbagai keistimewaan Rasulullah dianggap oleh mereka sama dengan mensifati beliau dengan sifat-sifat uluhiyah (berhak disembah).
Padahal ini suatu kebodohan yang nyata. Lantaran Allah SWT hanya memberikan apa yang dikehendaki-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya pula, tanpa suatu kewajiban atau keharusan yang mengikat, melainkan hanya pemuliaan terhadap siapa saja yang Dia kehendaki untuk Dia muliakan, atau Dia angkat posisinya yang Dia ingin nyatakan kelebihannya dibandingkan dengan manusia lain.
Jadi, dalam hal ini tidak ada perampasan hak-hak Allah, baik dari sudut rububiyah (pencipta dan pemilik alam), maupun uluhiyah (yang berhak disembah). Atau dengan kata lain, berbagai kelebihan dan keistimewaan yang dimiliki oleh para nabi itu, sama sekali tidak akan pernah mengikis rububiyah dan uluhiyah Allah SWT sebagai Pencipta Yang Maha Tinggi.
Dengan demikian, jika ada makhluk yang memiliki sedikit kesamaan dari salah satu sifat-Nya, maka sifat tersebut – sesuai dengan sifat nisbi manusia – pastilah sangat terbatas. Dan oleh sebab itu, juga dapat bermanfaat hanya dengan izin Allah dan dengan kemurahan serta kehendak-Nya.
Jadi, bukan karena makhluk itu sendiri. Lantaran semua makhluk, pada dasarnya lemah tak berdaya, serta tidak akan pernah memiliki daya dan upaya mendatangkan atau menolak, baik kemanfaatan maupun kemudaratan. Begitu pula manusia tidak akan pernah bisa menentukan kehidupan, kematian, dan kebangkitannya.
KEPADA BAGINDA NABI MUHAMMAD—ADA BANYAK HAL YANG MERUPAKAN HAK ALLAH SWT, NAMUN ALLAH LANTAS MEMBERIKANNYA KEPADA RASULULLAH SAW, DAN ATAU KEPADA PARA NABI YANG LAIN. DALAM HAL INI TIDAK BERARTI SIFAT-SIFAT ITU SEKALIGUS MENGANGKAT PARA NABI KHUSUSNYA NABI MUHAMMAD SAW PADA TINGKAT DERAJAT ULUHIYAH, ATAU MENJADIKANNYA SEKUTU ALLAH SWT.
Contohnya:
- SYAFA’AT, yang merupakan milik Allah SWT (Az-Zumar, 39:44) Namun demikian, terdapat hadis yang menyatakan bahwa syafaat juga dimiliki Rasulullah SAW dan para pemberi syafaat yang lain, yakni (artinya):
Aku diberi (memiliki) syafaat. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, Darimi, dan Ahmad).
- ILMU GHAIB, yang merupakan sesuatu yang mutlak milik Allah (An-Naml, 27:65) Namun demikian dalam hal ini Allah juga mengajarkan ilmu ghaib kepada para nabi-Nya, sebagaimana ayat (artinya):
Allah mengetahui yang ghaib, maka dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang ghaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan belakangnya. (Al-Jin, 72: 26-27)
- HIDAYAH, juga sesuatu yang khusus milik Allah (Al-Qashash, 28:56) Namun pada ayat yang lain, terdapat penjelasan bahwa dalam soal petunjuk para nabi juga memiliki andil, yakni:
Dan sesungguhnya engkau benar-benar memberi petunjuk kepada jalan yang lurus.
Dengan demikian, hidayah yang dimaksud pada ayat pertama tidak sama dengan hidayah pada ayat kedua. Hal ini bisa dipahami oleh orang-orang berakal sehat dari kaum yang beriman, yang mengerti perbedaan posisi Khaliq dan makhluk. Lantaran jika tidak demikian, niscaya ayat itu akan berbunyi:
Sesungguhnya engkau menunjuki dengan petunjuk irsyad saja. Atau boleh jadi akan berbunyi: Engkau memberi petunjuk dengan petunjuk yang berbeda caranya dengan cara Kami.
Namun semua itu tidak terjadi, melainkan Allah menetapkan bagi beliau kemampuan memberi petunjuk, tanpa embel-embel dan tanpa syarat, karena kaum muslimin sudah dapat memahami makna lafadznya, dan mengerti perbedaan madlul-nya (makna yang ditunjuk oleh lafadz itu) dengan memperhatikan (ketidaksamaan) apa yang disandarkan kepada Allah dan apa yang disandarkan kepada rasul-Nya.
Yang senada dengan itu --- sebagai bahan perbandingan – dapat kita lihat dalam Al-Quran yakni pernyataan sifat Rasulullah yang rauf dan rahim oleh Allah dalam ayat (bil mu’miniina rauufr rahiim).
Maka dengan demikian kita pun maklum bahwa sifat ra’fah dan rahmah (kasih sayang dan cinta) yang dimiliki Rasulullah, memang hasil pemberian Allah SWT. Dan yang pasti, tidak sama dengan sifat ra’fah dan rahmah milik Allah SWT.
Namun demikian, ketika Allah SWT mensifati nabi-Nya dengan kedua sifat tersebut, tetap tanpa keteranga dan penjelasan yang rinci. Lantaran kaum muslimin yang membaca kitab suci Al-Quran sudah dianggap maklum akan perbedaan antara khaliq dan makhluk.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar